The Gargolians - Bagi yang bertempat tinggal di kawasan Jl. Kl. Yos Sudarso dan sekitarnya, pasti sudah tak asing lagi dengan kawasan pasar yang selalu ramai baik di hari-hari biasa, maupun hari libur. Ya, Pulo Brayan namanya. Kawasan pasar dan pertokoan yang juga dikenal dengan "Pajak Brayan", berlokasi di pangkal bilangan Jalan Kl. Yos Sudarso, berbatasan dengan kawasan-kawasan lain seperti Jl. Bilal dan Helvetia, Medan Barat.
Dilihat sekilas sih, Pulo Brayan tampak sama seperti pasar-pasar lainnya di penjuru kota hingga desa di Indonesia. Tapi, ada cerita menarik seputar asal-usul nama Pulo Brayan yang tidak banyak diketahui masyarakat sekitar yang sehari-hari beraktivitas di lokasi yang aslinya sebuah kecamatan ini. Konon, kata Pulo dan Brayan, adalah serapan dari Bahasa Melayu yang berarti Pulau dan Berayun. Jadinya ya... pulau yang berayun! Yap, setidaknya begitulah kebanyakan cerita dari versi sejumlah orang yang mengetahui seluk-beluk Pulo Brayan ini.
Bisa jadi bukan sekedar dongeng seperti Siti Nurbayah ataupun Malin Kundang. Konon, tadinya kecamatan Pulo Brayan ini adalah sebuah pulau kecil yang dikelilingi oleh sungai, yang tak lain adalah sungai Deli yang terkenal itu. Saking kecilnya, pulau ini sering bergoyang-goyang seperti perahu, sehingga disebut-sebut sebagai pulau yang berayun, atau dalam Bahasa Melayu, "Pulo Berayun". Lama-kelamaan, lidah masyarakat telah terbiasa mengucapkannya Pulo Brayan saja, sehingga jadilah Pulo Brayan dikenal demikian hingga sekarang.
Saya mencoba mengumpulkan fakta-fakta dari berbagai sumber di Internet mengenai keadaan geografis Pulo Brayan di masa lalu. Tapi tidak banyak yang bisa didapat, kebanyakan sumber lebih menceritakan tentang kota Medan-nya saja. Hanya sedikit yang berhubungan langsung dengan asl-usul Pulo Brayan, seperti bahwa Guru Patimpus, putera karo bermarga Sembiring Pelawi , yang mendirikan sebuah kampung bernama Kampung Medan Putri sekitar tahun 1590-an. Guru Patimpus memiliki isteri seorang putri Datuk Pulo Brayan.
Lebih lanjut, disebutkan pada masa lalu, kota Medan adalah titik pertemuan dua buah sungai yaitu Sungai Deli dan Sungai Babura. Ini rasanya cukup menjelaskan bahwa kota Medan pada masa lalu memiliki lebih banyak kawasan perairan.
Saya sendiri punya cerita tentang itu. Dulu, di belakang rumah saya yang lama, waktu saya belum lahir, ditemukan sisa tiang kapal laut yang tenggelam di masa lalu. Ibu saya sendiri, beberapa kali menyaksikan seorang laki-laki tampan berpakaian kapten yang seliweran di daam rumah lalu tersenyum pada beliau, ya tentu saja ibu saya paham itu bukan orang beneran, alias "hantu". Beneran, lho.
Bagaimanapun ceritanya, Pulo Brayan masih menjadi salah satu pusat perekonomian masyarakat Medan Barat dan sekitarnya. Dan diharapkan, semakin tertib semenjak adanya fly-over yang suka goyang2 itu kalau mobil2 berat lewat. Kebetulan, beberapa orang menyebutnya "Titi Brayan", secara etimologis berarti titi yang berayun, dong. Hehehe, mulai lagi deh cerita lainnya... [gogol]
Search
Rabu, 24 Desember 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
:: Tinggalkanlah komentar anda demi kemajuan kami sendiri ::